Rabu, 27 April 2016

Lemah, Terbatas, dan Unik

Lemah, Terbatas, dan Unik
Hukum menyebutkan setiap individu memiiliki hak untuk mengenyam pendidikan. Indonesia telah merdeka hampir 70 tahun! Selama 70 tahun pula telah dituliskan hak Warga Negara Indonesia untuk mengenyam pendidikan di pasal 31 ayat (1) di UUD 1945, setiap warga  negara berhak mendapat pendidikan. Jauh sebelum Indonesia merdeka, Ibu Kartini, yang kita rayakan hari peringatannya pada 21 April menyadari arti penting pendidikan meski dirinya terbatasi untuk mengenyam pendidikan. Lebih jauh lagi, sebelumnya ada tokoh Hellen Keller yang justru dengan keterbatasan fisik, ia dapat mengenyam pendidikan hingga wisuda pertama untuk orang difabel.


Apa kabar pendidikan di Indonesia bagi orang yang difabel? Sebelumnya, sebutan difabel berasal dari kata different ability  yang kemudian disingkat menjadi difable, diserap menjadi kata Indonesia yaitu difabel. Menurut Youth for Exchange and Understand, difable persons are not disabled, but they all have various abilities that are differently developed (yeu-international.org). Orang-orang berkebutuhan khusus bukan orang yang tidak dapat melakukan apa-apa. Sebutan cacat atau disable dinilai tidak cocok karena gambar diri kita dibuat begitu indah. Mereka punya kemampuan yang dapat dipelajari melalui proses belajar dan pengalaman  (nurture). Namun, orang berkebutuhan khusus telah dipersepsikan sebagai orang yang tidak dapat berbuat sesuatu.
  
infografis tentang disabel dan difable  





Jumlah Sekolah Luar Biasa di Indonesia
Jumlah Sekolah Luar Biasa di Indonesia mencapai 1272 dengan jumlah siswa 114.085 dari TK hingga SMA di 34 provinsi (data.go.id dan publikasi.data.kemdikbud.go.id). Jumlah anak berkebutuhan khusus berdasar Badan Pusat Statistik mencapai 1,48 juta orang pada tahun 2014 (solopos.com). Hanya 10% dari anak berkebutuhan khusus yang mendapat pendidikan. Rata-rata tiap sekolah menampung 90 siswa dengan sekolah yang tersebar di provinsi bergantung kebutuhan SLB. Jawa Timur, dengan 29 kabupaten, dan sembilan kota memiliki 401 Sekolah Luar Biasa. Jawa Timur, provinsi terpadat kedua setelah Jawa Barat, memiliki rata-rata 10 SLB per kabupaten atau kota. Pendidikan SLB yang tujuannya untuk menunjang keberadaan orang berkebutuhan khusus dinilai memberikan eksklusivitas. Pendidikan SLB dikhawatirkan membuat siswa tidak dapat mengenal keberagaman dalam hidup di masyarakat. Kelompok difabel menjadi kelompok yang teralienansi dari dinamika sosial di masyarakat. (layanandisabilitas.wg.ugm.ac.id).


Keberadaan sekolah inklusi
Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya berdasar Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa tahun 2006 yaitu terdiri tuna netra, tuna rungu, tuna grahita ringan, sedang, berat berdasar nilai IQ (intelligent Quotient), kesulitan belajar, indigo, autis, dan korban penyalahgunaan narkoba. Berdasar pengelompokan anak berkebutuhan khusus ada beberapa kelompok yang dapat ditangani di sekolah inklusi. Sekolah inklusi yaitu sekolah reguler yang menerima anak-anak berkebutuhan khusus dengan harapan anak berkebutuhan khusus dan anak lainnya dapat belajar menjalin relasi. Sekolah inklusi dapat menjadi alternatif untuk membuat anak berkebutuhan khusus dapat hidup berdampingan dengan orang sewajarnya. Sekolah inklusi di Surabaya mencapai 285 sekolah. (Badan Pusat Statistik, 2015). Sekolah inklusi di Yogyakarta berjumlah 554 sekolah dari tingkat TK hingga SMA ( Balai Pengembangan Pendidikan Khusus, 2015). Surabaya dan Yogyakarta menunjukkan angka yang cukup signifikan untuk sekolah inklusi dengan harapan daerah lain turut menambah jumlah sekolah inklusi.  Angka sekolah inklusi yang semakin naik kiranya dapat menunjang anak berkebutuhan khusus. Selain itu, semakin bertambahnya guru-guru yang berkompeten dan berintegritas untuk mengajar. Supaya anak berkebutuhan khusus merasa diperlakukan sama, nyaman, dan aman.
Ibu Magdalena Pranata, koordinator perintisan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Petra menuturkan, sesama anak paling mudah untuk menjalin relasi, karena mereka belum punya konsep. Anak berkebutuhan khusus perlu diperlakukan sama dengan anak lainnya. Peran guru menjelaskan cara belajar tiap anak punya keunikan dan berbeda, ada yang mandiri atau perlu ditemani orang tua. Anak berkebutuhan khusus dapat dibimbing oleh orang tua yang ikut masuk di pembelajaran kelas. Anak-anak yang mandiri diberi konsep bahwa tiap orang punya keunikan masing-masing dan bagaimana bersikap sebagai teman sebaik-baiknya. Guru patut memberi contoh dan tidak boleh membeda-bedakan murid-muridnya. Guru tidak hanya menyampaikan materi tapi juga memberi teladan kepada muridnya.
“ Anak berkebutuhan khusus memiliki rasa kebutuhan terbesar pada rasa aman dan dicintai. Rasa aman dan dicintai sangat penting agar mereka dapat bertumbuh dengan optimal. Kita perlu mengerti keinginan anak berkebutuhan khusus tanpa rasa ekspetasi,” ujar Ibu yang biasa dipanggil Ibu Magda. Eskpetasi yang ditaruh pada anak akan membuatnya tertekan. Anak berkebutuhan khusus memiliki kepintaran yang berbeda yang perlu dicari dengan memberi mereka banyak kesempatan belajar yang sama pada dengan anak lainnya untuk mencoba berbagai hal baru. Cara belajar mereka diperhatikan apakah dominan kinestetik, auditori, visual, atau kombinasi dari ketiganya. Orang tua dan pembimbing perlu memperhatikan apa yang menjadi fokus dari anak yang berkebutuhan khusus.



Pengalaman mengajar di sekolah inklusi
Ni Kadek Defvin Setyawati, mahasiswi Universitas Kristen Petra pernah mengajar di SD YBPK Bulusari, Kecamatan Tarokan, Kediri. Ia menceritakan pengalaman yang didapat ketika mengajar anak berkebutuhan khusus kelas tiga SD. Menurut gadis yang mengambil Program Studi Ilmu Komunikasi, menghadapi anak berkebutuhan khusus perlu kesabaran lebih, berpikir lebih, supaya dapat menemukan cara yang tepat mengajar mereka. Ia menuturkan seorang siswa berkebutuhan khusus yang bernama Ian, kesusahan membaca, tapi ia lebih cepat memahami pelajaran matematika. Ian perlu dibimbing membaca lebih ekstra dan fokus yang cepat teralihkan. Defvin perlu cepat-cepat menarik perhatiannya dengan sesuatu. Ia merasa jengkel bila ada yang menyebut kata cacat pada mereka yang berkebutuhan khusus. Mereka juga punya kemampuan yang terlihat jelas berbeda dengan orang normal tapi bukan berarti cacat.

 


Gambar 1. Defvin mengajar Ian mata pelajaran matematika. Sekolah YBPK, Bulusari, Kediri memiliki tiga siswa berkebutuhan khusus.

 
Gambar 2: Ezra mengajari Brian (kanan) dan Prima. Keduanya anak berkebutuhan khusus. Dengan memberikan kasih sayang dan rasa aman kepada ABK, mereka belajar terbuka.
Gambar diri anak berkebutuhan khusus tetap ada meski memiliki kekurangan yang tampak menonjol. Selain dari orang tua, peran pendidikan, dan guru dapat membuat anak semakin belajar. Anak bagai kertas kosong ketika lahir dan diisi dengan kondisi sekitarnya. Mari kita ciptakan lingkungan yang kondusif untuk anak berkebutuhan khusus! Mereka ada dan tercipta, sebab Tuhan tidak pernah gagal membuat manusia sesuai gambar dan rupa Tuhan.  




Daftar Pustaka
Balai Pengembangan Pendidikan Khusus, (2015), Data Sekolah Inklusi, diakses pada 26 April 2016 dari http://www.bpdiksus.org/v2/index.php?page=cari3
Ilmie, Irfan, (2009) Mengapa Harus Difabel?, diakses pada 24 April 2016 dari https://irfanaksara.wordpress.com/2009/04/07/mengapa-harus-difabel/
Pusat Data dan Statistik Pendidikan, (2015), Statistik Sekolah Luar Biasa, diakses pada 24 April 2016 dari http://publikasi.data.kemdikbud.go.id/uploadDir/isi_0D43285F-C0D4-4FD1-B723-54E8E0309A94_.pdf
Razak, Hamid Abdul, (2014) Fasilitas Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Masih Rendah diakses pada 26 April 2016 dari http://www.solopos.com/2014/01/20/fasilitas-pendidikan-anak-berkebutuhan-khusus-masih-rendah-483411
Satrio, (2015), Inklusi Pendidikan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus diakses pada 25 April 2016 dari http://layanandisabilitas.wg.ugm.ac.id/index.php/profil/7-berita/43-inklusi-pendidikan-terhadap-anak-berkebutuhan-khusus 
Youth Exchnge and Understanding,(-) Handbook of Difability, dikases pada 27 april dari http://www.yeu-international.org/download/Handbook_DIFABILITY.pdf


1 komentar:

Popular Posts